Yogyakarta - Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS DI Yogyakarta, DR. Sukamta dalam pembukaan Sarasehan Budaya yang bertema Budaya Islam...
Yogyakarta - Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS DI Yogyakarta, DR. Sukamta dalam pembukaan Sarasehan Budaya yang bertema Budaya Islam dalam Kesultanan Yogyakarta, Sejarah dan Perkembangannya mengungkapkan bahwa saat ini PKS DIY sedang menyiapkan perangkat Pusat Kebudayaan. Beliau berharap dengan adanya Pusat Kebudayaan di DPW PKS DIY kedepan masyarakat Yogyakarta tidak akan lupa dengan nilai budaya yang penuh akan nilai kebaikan yang adiluhung.
"Harapannya pusat budaya ini dapat merekonstruksi ulang budaya melalui novel, tulisan, fotografi dan karya seni lainnya sehingga nilai sejarah dan budaya itu akan hadir kembali dalam benak masyarakat Yogyakarta," ujar anggota Komisi 1 DPR RI ini ketika membuka Sarasehan Budaya di Aula DPW PKS DIY, Sabtu (24/1).
Sementara itu Ketua Badan Legislatif DPRD DIY, Zuhrif Hudaya menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-undang Keistimewaan No. 13 tahun 2012, Pemerintah DIY memiliki wewenang dalam 5 urusan yang berbeda dengan wilayah yang lain. Wewenang ini meliputi tata cara pengisian jabatan kedudukan tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan Pemerintah Daerah, kebudayaan, pertanahan dan tataruang.
"Kelimanya saling berkait. Kenapa Mangkubumi mendirikan batas negara dengan masjid bukan dengan pal? Karena hal ini bukan hanya sekedar batasan ibukota negara tapi batasan kebudayaan," jelas sekretaris DPW PKS ini.
Dalam sarasehan ini hadir sebagai pembicara utama adalah Pengageng Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat.
Lelaki yang biasa disapa Romo Tirun ini menjelaskan tentang gambaran budaya Islam di Keraton Yogyakarta. Sebagai pembuka, banyak ungkapan Sultan Agung yang kebanyakan referensinya dari dunia Islam.
"Sultan Agung mengajarkan tentang falsafah mengasah mingising budi atau mengasah ketajaman hati dan fikiran, ketajaman rasa nomer satu. Memasuh malaning bumi, membersihkan kekotoran di dunia. Dan hamemayu hayuning bawono yang pengertiannya tentang hubungan antar makhluk atau hablum minannas," jelasnya.
KRT. Jatiningrat juga menjelaskan bahwa tugas manusia sebagai khalifatullah juga tercermin dalam nama atau gelar Sri Sultan yaitu Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
"Sultan adalah pigur seorang manusia yang harus bisa memayu hayuning bawana. Dan kita harus menjadi hamengku buwono-hamengku buwono kecil dalam kehidupan," ujar KRT. Jatiningrat seraya berpesan. (y)