Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak hanya berbunyi ketika terhempas di pantai Tetapi jadilah kamu air-bah, menguba...
Dan janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak
hanya berbunyi ketika terhempas di pantai
Tetapi jadilah kamu air-bah, mengubah dunia dengan amalmu
Kipaskan sayap mu di seluruh ufuk
Sinarilah zaman dengan nur imanmu
Kirimkan cahaya dengan kuat yakinmu
Patrikan segala dengan nama Muhammad
Itulah sajak yang ditulis oleh Iqbal, salah satu cendekiawan muslim, dan diterjemahkan oleh M. Natsir. Sebuah renungan bagi kita, bahwa ada pilihan-pilihan dalam hidup, dan Iqbal mengingatkan untuk tidak memilih sebagai nyanyian ombak.
Salah satu tanda muda adalah ia punya obesesi. Punya sesuatu yang ingin dicapai. Punya mimpi untuk diwujudkan. Punya ketidakpuasan atas suatu keadaan dan bergerak untuk mengubahnya.
Obesesi ini menjadi api yang membakar dalam jiwanya. Ibaratnya; bahan bakar untuk menggerakkan motor. Dengannya pikiran menelurkan ide, tangan terampil bekerja, dan kata terlontar lantang.
Sepanjang sejarah peradaban manusia didapati bahwa orang-orang besar selalu punya obsesi yang tinggi. Itulah yang menjadikan dalam dirinya memancar pesona dan kharisma.
Bisa jadi secara fisik badannya kecil, dan terlihat ringkih. Namun karena nyala obsesi yang benderang, ia dihormati. Kata-katanya punya pengaruh besar dan tak lekang oleh zaman.
Orang-orang yang punya obsesi selalu melihat bahwa tiap kali mereka berbuat sesuatu -menghasilkan sebuah karya- mereka melihat hal itu bukanlah sebuah akhir, tapi sebuah anak tangga yang harus dilewati. Mereka juga tidak membanding-bandingkan karyanya dengan karya orang lain. Tidak lantas menjadi sombong dan takabbur.
Obsesi akan menghilangkan rasa malas, enggan, kesenangan sementara, istirahat, bahkan waktu berleha-leha. Obsesi meruntuhkan hal itu semua. Anggapan orang-orang yang punya obsesi adalah waktu itu begitu berharga. Waktu, bagi mereka, adalah sesuatu yang tidak bisa didapatkan kembali. Berlalu satu menit saja dengan kesiaan maka ada satu menit kesempatan amal yang hilang.
Yang paling baik dan tepat adalah bila obsesi itu ditautkan pada aspek keimanan pada Allah. Ada keterpautan antara obsesi dalam diri kita dengan nilai-nilai ruhiyah. Hal inilah yang akan membuat langkah semakin tegap, pundak semakin teguh, dan keyakinan makin kokoh. Pun ada kebermaknaan dalam setiap hal yang dilakukan. Bahwa sekecil apapun usaha tidak ada yang sia-sia di mata Allah.
Maka selalu ingatlah pepatah arab itu; bila jiwa itu besar maka raga akan lelah mengikuti kehendaknya.
Anak muda, apa obsesi kita?
Janganlah dipilih hidup ini bagai nyanyian ombak.
Ahmad Sumiyanto, Kabid DPP GMPRO PKS