Oleh: DR. H. Sukamta Ketua DPW PKS DIY, Anggota DPRD DIY 2009-2014, Anggota Pansus Perdais No 1 Th. 2013 dan Anggota DPR RI Terpilih ...
Oleh: DR. H. Sukamta
Ketua DPW PKS DIY, Anggota DPRD DIY 2009-2014,
Anggota Pansus Perdais No 1 Th. 2013 dan Anggota DPR RI Terpilih Dapil DIY
Hadirnya Undang-undang keistimewaan DIY telah memberikan harapan baru dan angin segar bagi arah pembangunan DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan segenap potensinya memerlukan payung hukum yang sesuai dalam rangka mempertahankan “status” keistimewaannya. Namun demikian, setelah ditetapkannya Undang-undang tersebut bukan berarti pengawalan oleh segenap elemen masyarakat maupun lembaga legislatif terhadap keistimewaan DIY menjadi selesai. Dalam hal ini diperlukan pengawalan dari segala pihak agar Keistimewaan DIY ini dapat dijaga.
Didalam perkembangan dinamika setelah ditetapkannya UU Keistimewaan DIY, terdapat beberapa persoalan krusial yang perlu dicermati karena ikut menentukan kesuksesan dan kemanfaatan keistimewaan DIY. Sebagaimana kita pahami bahwa UU Keistimewaan DIY, mengatakan bahwa keistimewaan diikuti dengan pemberian Dana Keistimewaan yang jumlahnya sesuai dengan pengajuan proposal dr pemerintah DIY dan sesuai dengan kemampuan keuangan pemerintah pusat.
Dalam posisinya sebagai wakil rakyat, sejatinya DPRD DIY telah bersikap agar dana keistimewaan dapat digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu pada materi Perdais no 1 DPRD diputuskan untuk mengatur agar proposal program dan kegiatan dibahas dan direncanakan bersama-sama antara pemerintah daerah dengan pihak legislative sebagai wakil rakyat, yakni dalam bahasa pemerintahan dibahas bersama eksekutif dengan legislatif. Sebagaimana kita pahami bersama, terdapat adagium “pikiran satu orang, biasanya tidak lebih baik daripada banyak orang”.
Dalam perkembangannya, kehendak baik DPRD DIY ini ternyata tidak disetujui oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini Departemen Dalam Negeri menyampaikan bahwa penyusunan proposal bersama DPRD dianggap tidak sesuai dengan UU No 13 th 2013 ttg Keistimewaan DIY. Depdagri mengatakan bahwa desain awalnya memang demikian. Hal ini bisa dipahami bahwa sejak awal didesain agar danais itu direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi tanpa keterlibatan DPRD DIY.
PKS sebagai salah satu fraksi yang concern mengawal keistimewaan DIY melalui anggota Pansus Perda no 1 Th 2013 Bp DR H Sukamta bersikukuh agar DPRD DIY tetap konsisten dalam kapasitasnya selaku representasi fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran dapat ikut berperan dalam merencanakan seluruh program dan kegiatan yang akan menjadi proposal diajukan ke pemerintah pusat. Pengajuan ini digunakan sebagai syarat turunnya danais. PKS menginginkan agar dalam penyelenggaraan pemerintahan selalu memegang prinsip transparansi, akuntabilitas, check and balances. Tanpa prinsip-prinsip itu, maka pengelolaan dana yg sangat besar, bisa sampai 2 triliyun rupiah akan berpeluang besar terjadi penyimpangan. Danais sebesar itu, terlalu riskan kalau hanya direncanakan sendiri, dilaksanakan sendiri dan dievaluasi sendiri. Dan terlalu naif kalau DPRD sebagai lembaga resmi Negara yang memiliki hak konstitusi didalam pengawasan, penganggaran dan hanya dibiarkan untuk menjadi penonton saja.
Dalam perkembangannya, Panitia Khusus DPRD yang membahas revisi ini, merumuskan bahwa DPRD dapat memberikan masukan atas proposal yang akan diajukan ke pemerintah pusat. Kata dapat, artinya DPRD bisa memberikan masukan dan ekskutif bisa menerima atau kalau tidak mau juga tidak apa- apa. Melalui dinamika demikian, PKS yang turut terlibat dalam setiap dinamika keistimewaan DIY ini tetap menginginkan agar DPRD tetap menjalankan fungsi-fungsi konstitusinya dilibatkan dalam perencanaan, pengawasan dalam pelaksanaan program dan kegiatan yg dibiayai oleh Danais. Kalau memang itu bertentangan dengan UU Keistimewaan maka sangat bagus agar DPRD melakukan langkah-langkah agar jika diperlukan Undang-undangnya direvisi agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak harapkan.