Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menetapkan harga BBM bersubsidi naik sebesar Rp.2000 per liter menjadi Rp. 8.500 per liter untuk je...
Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menetapkan harga BBM bersubsidi naik sebesar Rp.2000 per liter menjadi Rp. 8.500 per liter untuk jenis Premium pada Senin (17/11) malam. Ini kenaikan yang tidak tepat momentumnya karena faktor-faktor yang diperbolehkan oleh Undang-undang APBN 2014 untuk menaikkan harga BBM ini sedang tidak tepat yaitu harga minyak mentah dunia sedang mengalami penurunan signifikan. Seharusnya harga BBM belum perlu dinaikkan. Lagi pula kenapa naiknya hingga Rp. 2000? Menyikapi hal ini, perlu dipertanyakan secara jelas mengapa hal itu dilakukan dan bagaimana sampai pada hitungan angka Rp. 8.500 itu.
“Saya mempertanyaan kenapa mesti naik dan kenaikannya kok sampai Rp. 8.500 ya? Bagaimana hitungan angkanya? Berapa harga produksi, distribusi dan keuntungan untuk Pertamina? Karena ini tidak logis, terlalu mahal untuk sifat premium yang dijual dibandingkan dengan harga di negara-negara ASEAN untuk produk sejenis. Maka kita ingin pemerintah transparan terkait hitung-hitungan ini, agar masyarakat tidak lagi menjadi sapi perahan.” ujar Sukamta, anggota DPR RI pada hari ini (18/11) di Senayan,
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS ini menambahkan bahwa semestinya negara memberi layanan kepada masyarakat, bukan berdagang dengan rakyat. Energi itu kebutuhan rakyat banyak. Rakyat berhak bertanya. Apa sebetulnya target pemerintah menaikkan harga BBM menjadi Rp. 8.500. Untuk menambah ruang fiskal atau ada agenda lain di balik itu. Kalau untuk menambah ruang fiskal masih ada 1001 jalan yang bisa ditempuh, lalu kenapa pemerintah mengambil jalan ke-1002 yaitu dengan menaikkan harga.
“Kalau harga BBM Pertamina Premium Rp. 8.500, maka ini selisihnya tidak terlalu signifikan dengan harga Premium beroktan 92 milik SPBU asing. Dengan selisih harga yang tipis itu justru akan mengalihkan masyarakat untuk menggunakan BBM oktan 92 dari SPBU asing daripada BBM Premium Pertamina dengan oktan di bawahnya atau bahkan dengan oktan yang sama (Pertamax) sekalipun. Jika benar asumsi ini yang terjadi, maka hal ini akan menumbuh suburkan perusahaan minyak asing dan menenggelamkan Pertamina. Dengan demikian perusahaan-perusahaan minyak asinglah yang akan sangat diuntungkan di sini. Dan, sekali lagi jika asumsi ini benar, maka terlihat keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan asing dari pada kepentingan rakyat banyak,” ujar legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta ini.