Yogyakarta - Implikasi teknis lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 saat ini mulai terasa hingga Pemerintahan Desa dan Dusun di ...
Yogyakarta - Implikasi teknis lahirnya Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 saat ini mulai terasa hingga Pemerintahan Desa dan Dusun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah beberapa saat lalu muncul permasalahan mengenai pengelolaan Tanah Desa, saat ini muncul berbagai masalah baru. Anggota komisi A DPRD DIY, Agus Sumartono dalam pertemuannya dengan pengurus Paguyuban Dukuh Se-DIY "Semar Sembogo" di Gunungkidul (13/01) terungkap berbagai masalah yang muncul dari UU Desa ini.
“Pemerintah Kabupaten di lingkungan DIY saat ini mengalami kegamangan di dalam menafsirkan UU Desa dalam bentuk Peraturan Daerah tentang Desa, sehingga banyak masalah baru muncul, diantaranya tentang mekanisme pemilihan dukuh, masa jabatan dukuh dan pamong dan penghasilan tetap Dukuh yang dimasing-masing kabupaten berbeda-beda sehingga memunculkan persoalan kecemburuan sosial,” kata politikus PKS ini.
Kegamangan yang terjadi di tingkat kabupaten di DIY ini diperkirakan terjadi karena belum adanya pemahaman yang sama didalam menjabarkan UU tentang Desa.
“Kewenangan desa dan dusun yang berada di tingkat kabupaten di DIY ini harus sinergis dan tidak berjalan sendiri-sendiri, sebagai contoh di Kabupaten Kulonprogo beberapa hari lalu telah mengesahkan Perda tentang Desa, dimana pemilihan dukuh dipilih melalui tes sedangkan di kabupaten lainnya belum tentu sama,” lanjutnya.
Senada dengan hal tersebut penjabaran UU Desa ini juga telah menimbulkan polemik yang sangat sensitif diantaranya mekanisme pemilihan dukuh. Ketua Paguyuban Dukuh Se-DIY "Semar Sembogo", Sukiman menyayangkan mengenai perbedaan penafsiran dalam menjabarkan UU No. 6 Tahun 2014 ini.
“Paguyuban Dukuh se-DIY menyayangkan adanya kabupaten yang menafsirkan secara sepihak salah satu turunan Peraturan Daerah dari Undang-Undang Desa tentang mekanisme pemilihan dukuh dalam bentuk tes, oleh karena itu Paguyuban Dukuh akan terus mengawal hal tersebut agar hal ini tidak terjadi di kabupaten yang lain karena Paguyuban Dukuh lebih sepakat dengan pemilihan langsung,” ungkapnya.
Agus Sumartono menambahkan, bahwa sudah saatnya Pemerintah Propinsi mengambil sikap untuk menjembatani perbedaan penafsiran ini. Hal ini penting agar terjadi kesamaan pandang dan keselarasan di dalam menjabarkan Peraturan Daerah tentang Desa ini di seluruh kabupaten di DIY.
“Pemerintah Propinsi semestinya segera mengambil inisiatif untuk menjembatani penyamaan pandang tentang penjabaran teknis UU desa ini dengan seluruh kabupaten sehingga kebijakan di masing-masing kabupaten sama dan tidak menimbulkan kecemburan sosial,” tambahnya.
“Penjabaran UU Desa ini menyangkut banyak persoalan lain tentang kepentingan desa dan dusun yang sekiranya penting untuk diselaraskan diantaranya persoalan kelembagaan, mekanisme pemilihan, tata cara pengelolaan APBDes dan lainnya.” pungkas anggota DPRD DIY Daerah Pemilihan Bantul Timur ini.