Anggota Komisi D DPRD DIY Nandar Winoro mengaku miris jika di DIY masih ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
Yogyakarta - Dikenal sebagai kota pendidikan tidak menjamin semua anak usia sekolah di DIY sudah mengenyam bangku pendidikan. Tiap tahun Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menganggarkan Rp6 miliar untuk program kembali ke sekolah.
Kepala Disdikpora DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan anggaran yang diambilkan dari APBD DIY tiap tahunnya tersebut tidak pernah terserap habis. Hal itu karena tidak banyak anak putus sekolah karena alasan ekonomi.
"Kami susah mencari yang diluar sekolah, makanya tugas Pak RT, RW jika ada anak putus sekolah, masukan sekolah," jelasnya.
Menurut Aji dalam aturannya jika ada anak putus sekolah karena alasan ekonomi itu dipersilakan masuk sekolah kembali di sekolah manapun, sesuai jenjang pendidikannya. Tapi selama masih ada jatah bangku yang kosong. Nantinya Kepala Sekolah yang akan mengurus administrasi.
"Kepala Sekolahnya yang klaim ke kami bukan dari orangtuanya karena yang menerima sekolah," ungkapnya.
Tidak terserapnya anggaran untuk program kembali ke sekolah, lanjut Aji, salah satunya juga disebabkan jumlah anak putus sekolah yang rendah. Menurut Aji untuk anak putus sekolah karena alasan ekonomi itu di DIJ jumlahnya 0,002 persen atau sekitar 13-20 anak.
Sulitnya mencari anak putus sekolah itulah yang membuat pihaknya mengalihkan untuk penanganan anak terancam putus sekolah. Di DIY diperkirakan jumlahnya mencapai 12 ribu anak. Dengan penggabungan ini, dalam setahun program yang dimulai sejak 2012 ini bisa menarik sekitar 50 anak kembali bersekolah.
"Termasuk yang sudah pamit keluar, tapi ra sido," jelasnya.
Anggota Komisi D DPRD DIY Nandar Winoro mengaku miris jika di DIY masih ada anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Dirinya mendukung upaya Pemda DIY untuk membantu pembiayaan anak putus sekolah untuk kembali bersekolah.
"Kami di legislatif juga mendukung upaya itu, termasuk dalam penganggaran," ujarnya.
Politikus PKS itu menambahkan yang juga perlu menjadi perhatian adalah peralihan kewenangan pengelolaan SMA ke Provinsi. Penanganan anak putus sekolah pun terbatas yang menjadi kewenangan Provinsi.
"Makanya kabupaten dan kota juga harus memiliki program serupa," harapnya.