Sebenarnya apa hakikat tua? Dan apakah seseorang harus takut menjadi tua?
Pada beberapa kalangan, sejak muda hingga tua, warna mereka bisa
berbeda-beda. Tergantung selera, kepentingan, dan keadaan.
Namun ada kalangan yang sejak lahir hingga tua dan meninggal dunia,
berada dalam celupan warna yang sama. Mereka adalah para kader dakwah, yang
sejak dalam rahim sudah bersama dakwah, dan tetap bersama dakwah hingg akhir
usia.
Sebenarnya apa hakikat tua? Dan apakah seseorang harus takut menjadi
tua?
Sering kali, istilah tua diidentikkan dengan kelemahan fisik,
datangnya penyakit dan berbagai keterbatasan. Menjadi tua itu sebuah
keniscayaan, sesuatu yang fitrah dan tidak terhindarkan. Fisik mungkin akan
mulai berkurang kegesitannya.
Tapi di sisi lain , pandangan tentang usia tua juga diidentikkan dengan banyaknya pengalaman dan
kebijaksanaan. Dalam pandangan Islam,
usia tua adalah sebuah keberkahan manakala dimaksimalkan untuk beribadah dan
beramal salih. Usia tua juga tidak menghalangi seseorang untuk lebih produktif
dalam beramal.
“Menua bersama PKS” adalah sesuatu
yang baik. PKS sebagai sebuah partai dakwah bercorak rahmatan lil alamin
, merupakan sebuah wadah untuk senantiasa menjaga para kadernya untuk selalu
berada dan terjaga dalam kebaikan-kebaikan.
Melalui pembinaan rutin yang
dilakukan oleh PKS bertujuan menjaga
para kadernya (baik usia muda maupun usia tua) punya standar akhlak, ibadah dan
keimanan. PKS sebagai partai dakwah memandang bahwa dengan dakwah pulalah cara untuk menumbuhkan dan menghimpun segenap potensi
sesuai porsinya. Potensi usia muda ataupun usia “sepuh” (tua).
Di sinilah berhimpun potensi –hikmatusy syuyukh dan hamasatusy
syabab. Mutiara hikmah dari para senior, berpadu dengan semangat membara
para yunior. Semua siap berperan sesuai potensi, kemampuan dan penataannya.
Simak buku “Beginilah PKS Mengajari Kami” karya Naning Maryanti,
peserta Sekolah Menulis DPC PKS Godean. Pemesanan buku, hubungi 0857-2730-7450.
“Pernahkah kau bertanya, apa sebenarnya
yang membuat seseorang tetap bertahan dalam sebuah perjalanan? Bukan hanya
tentang ideologi, bukan sekadar politik, tetapi tentang keyakinan, kebersamaan,
dan cinta yang tumbuh seiring waktu” (Agus Purnomo, Ketua DPW PKS DIY 2000 –
2005).
Buku “Beginilah PKS Mengajari Kami” bukan sekadar sebuah kumpulan narasi. Ia adalah rekaman jejak, suara-suara yang mungkin tak terdengar di panggung besar, tetapi bergetar di hati mereka yang telah menjalani perjalanan ini. Buku ini adalah lembaran hidup, ditulis bukan dengan pena, tetapi dengan perasaan, pengalaman, dan air mata perjuangan (Agus Purnomo, Ketua DPW PKS DIY 2000 – 2005).