Dengan 438 kalurahan/kelurahan di DIY dan potensi geografis yang beragam, pendekatan pembangunan tidak bisa seragam.
Wakil Ketua DPRD DIY, Ir. Imam Taufik, menekankan pentingnya pemetaan potensi dan persoalan tiap kalurahan/kelurahan dalam rangka memperkuat pemberdayaan dari akar. Dalam wawancara bersama Kedaulatan Rakyat, ia menyampaikan bahwa kebijakan Pemda DIY harus berbasis kebutuhan riil lapangan.
“Pemda harus tahu apa yang menjadi persoalan di tiap kalurahan. Supaya kebijakannya kuat dan tepat sasaran,” ungkap Imam Taufik.
Dengan 438 kalurahan/kelurahan di DIY dan potensi geografis yang beragam, pendekatan pembangunan tidak bisa seragam. Terlebih sejak lahirnya UU Keistimewaan DIY (UU No. 13/2012), serta Perda DIY No. 3 Tahun 2024, peran kalurahan makin strategis sebagai simpul ekonomi dan pelestari budaya.
Menurut politisi PKS ini, UU Desa (No. 6/2014) juga memperkuat posisi kalurahan dengan kewenangan pengelolaan dana dan perencanaan pembangunan, baik fisik maupun ekonomi. Ditambah dengan kehadiran perangkat kalurahan dari generasi muda dan terdidik, berbagai inovasi mulai bermunculan.
Contohnya, beberapa kalurahan kini menjadi destinasi wisata alternatif seperti Goa Pindul. Meski sempat berjaya, objek tersebut juga jadi pembelajaran tentang pentingnya inovasi berkelanjutan agar tidak tertinggal.
Namun, di balik geliat ekonomi desa, DIY juga menghadapi paradoks: kemiskinan tinggi namun indeks kebahagiaan juga tinggi. Imam menyebut fenomena ini sebagai “anomali DIY”, di mana masyarakat punya ketahanan hidup luar biasa meski minim perputaran uang.
Untuk memperkuat peran desa, Pemda DIY kini membentuk Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Kalurahan, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (DPMKKPS). Di tahun 2025, setiap kalurahan/kelurahan akan menerima Rp100 juta bantuan dari Pemda, ditambah Rp200 miliar dari pokok pikiran DPRD untuk program binaan.
“Sebesar apa pun dukungan pemerintah dan DPRD, kunci keberhasilan tetap ada pada warga. Inovasi dan gotong royong adalah kekuatan sejati desa,” tutup Imam Taufik.