Jejaring antar SLB di DIY jadi strategi baru cegah perundungan dan kekerasan. Paradigma bergeser dari penanganan ke pencegahan.
Sekolah Luar Biasa (SLB) didorong untuk memanfaatkan jejaring antar satuan pendidikan sebagai forum komunikasi dan pembelajaran dalam mencegah serta menangani kasus perundungan, kekerasan, dan intoleransi di lingkungan sekolah.
Anak-anak berkebutuhan khusus tergolong rentan menjadi korban perundungan. Ironisnya, tidak sedikit dari mereka yang pernah menjadi korban justru berubah menjadi pelaku. “Rantai perundungan ini bisa terus berlanjut dari tahun ke tahun, jika tidak ada perubahan pendekatan. Paradigmanya harus bergeser dari penanganan ke pencegahan,” tegas Sekretaris Komisi D DPRD DIY, Muhammad Syafi’i, S.Psi., dalam Workshop Pendampingan Satuan Pendidikan untuk Pencegahan Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi yang diselenggarakan Disdikpora DIY, Selasa (22/4/2025).
Syafi’i menambahkan, para pengelola satuan pendidikan perlu melakukan pemetaan potensi perundungan di sekolah masing-masing. Hasil pemetaan tersebut menjadi dasar penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) pencegahan dan penanganan. "Ini merupakan implementasi dari Perda DIY No. 2 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak," ujarnya.
Pengalaman tiap sekolah, dengan karakter siswa yang berbeda, dapat menjadi referensi bagi satuan pendidikan lain yang menghadapi situasi serupa.
Di DIY, terdapat 81 SLB yang terdiri atas sembilan sekolah negeri dan 72 sekolah swasta, tersebar di lima kabupaten/kota. Workshop ini diikuti seluruh pengelola SLB sebagai upaya membangun kesadaran kolektif untuk mencegah sebelum terjadi.
"Jika perundungan sudah terjadi, apalagi di era digital, dampaknya bisa cepat meluas dan sulit dikendalikan," kata Suryanto, S.Pd., M.Pd., Widya Prada Ahli Madya Muda Disdikpora DIY, saat membuka kegiatan tersebut.